(kiri: Mr. Ronald Atmadja – Director Mayora, kanan: Mr. Ryan Gondokusumo – CEO Sribu)
Ronald Atmadja, Group Country Manager PT. Mayora Indah, Tbk., menceritakan pengalamannya berburu desain kepada Ryan Gondokusumo, co-founder Sribu.com.
Menurutnya, desain yang baik tidak hanya harus bagus dipandang, namun juga mencerminkan brand DNA, seperti desain karya pemenang kompetisi redesign packaging Jam’O’Jam yang diselenggarakan oleh Mayora beberapa waktu lalu.
Hi sribuddies,
Nama besar PT. Mayora Indah, Tbk., selaku perusahaan fast-moving consumer goods (FMCG) di Indonesia memang sudah lama bergaung. Mengusung produk-produk konsumsi, seperti permen Kopiko, namanya tak hanya harum di dalam negeri, namun juga hingga ke mancanegara.
Belum lama ini, Mayora ikut meramaikan ranah kompetisi desain di Sribu.com dengan menyelenggarakan kompetisi redesign packaging Slai’O’lai yang kini rebranding dengan nama baru Jam’O’Jam. Kompetisi yang pada akhirnya dimenangkan oleh Mr. Sanee (yang juga merupakan desainer terbaik Sribu untuk tahun 2012) ini ternyata menyimpan cukup banyak cerita bagi Ronald Atmadja, Country Manager PT. Mayora Indah, Tbk. Simak penuturan pria ini ketika ditemui oleh Ryan Gondokusumo, co-founder Sribu.com di kantornya beberapa waktu lalu.
Ryan Gondokusumo (RG): Selamat siang, Pak Ronald. Senang sekali Sribu bisa memberi andil dalam proses redesign packaging Jam’O’Jam. Sebelum kita masuk lebih jauh ke dalam pembahasan inti, boleh tolong diceritakan sedikit mengenai perusahaan Bapak?
Ronald Atmadja (RA): Ya, mungkin hal yang pertama kali terlintas dalam benak kita ketika mendengar nama “Mayora” adalah tagline-nya yang memang sangat melekat di pikiran masyarakat, yakni “Satu lagi dari Mayora”. Perusahaan ini sendiri resmi berdiri pada tahun 1977. Namun, sebenarnya Mayora Group sendiri sudah dirintis jauh sebelumnya, namun masih berupa family business, tepatnya industri biskuit rumahan.
Perkembangannya sangat pesat, bahkan pada tahun 1990, Mayora Group menjadi perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, dan sejak itu mulai dikenal sebagai PT. Mayora Indah, Tbk.
Kini, Mayora tidak lagi menjadi perusahaan FMCG yang disegani di industri lokal saja, namun juga sudah mulai merambah negara-negara lainnya, termasuk negara-negara di ASEAN. Mayora pun telah membuka fasilitas produksi dan kantor-kantor pemasaran di beberapa negara di Asia Tenggara.
Saat ini, Mayora merasa bangga karena telah berhasil menjadi market leader di beberapa negara di dunia, khususnya untuk beberapa brand, seperti permen kopi Kopiko yang memang sudah memiliki presence kuat di mancanegara. Selain Kopiko, Mayora juga menaungi banyak brand-brand besar lainnya, termasuk Danisa, Astor, Energen, Torabika dan masih banyak lagi.
Guna meningkatkan presence kita di industri ini, kami juga secara rutin meluncurkan produk-produk baru setiap tahunnya. Hal ini terutama untuk memenuhi harapan dan kebutuhan para konsumen kita. Maklum saja, dengan banyaknya ragam produk yang kami hasilkan, profil konsumen kita pun sangat variatif, baik secara status sosio-ekonomi hingga usia.
RG: Lalu, menurut Bapak, seberapa penting peranan desain dalam menunjang bisnis Mayora?
RA: Semakin ke sini, saya melihat peranan desain semakin penting, terutama untuk meningkatkan awareness masyarakat, serta agar calon konsumen bisa merasa tertarik untuk mengamati dan pada akhirnya membeli produk kita di toko. Jadi, bisa dikatakan, desain adalah salah satu strategi untuk memenangkan visibility di dalam toko. Apalagi, sekarang ini produk semakin banyak, dan tak hanya produk dari dalam negeri saja, tapi kita juga harus bertarung dengan produk-produk impor yang desain kemasannya biasanya lebih baik dibandingkan produk-produk lokal. Tak hanya itu saja, kadang pun pemain-pemain lokal menggandeng desainer asing untuk mendesain kemasan produknya. Jadi, kita sebagai produsen harus jeli dan tidak boleh lagi menganggap enteng desain, karena hal ini merupakan a little thing that can make a big difference.
Yang terpenting, desain juga harus bisa mencerminkan identitas brand. Jadi, tidak hanya harus bagus dilihat saja, namun harus sesuai dengan brand DNA-nya. Ibaratnya, hanya dengan sekali lihat saja, kita sudah bisa menebak siapa target marketnya, dan sebagainya. Itu baru desain yang baik.
” saya melihat peranan desain semakin penting, terutama untuk meningkatkan awareness masyarakat, serta agar calon konsumen bisa merasa tertarik untuk mengamati dan pada akhirnya membeli produk kita di toko “
RG: Sebenarnya, kenapa sih Mayora ingin mengubah desain kemasan untuk Jam’O’Jam?
RA: Sebenarnya, Jam’O’Jam adalah produk yang sudah cukup lama eksis, namun dulunya dikenal dengan nama Slai’O’lai. Sayangnya, presence produk ini kurang terasa dibandingkan dengan brand-brand Mayora lainnya. Karena itu, kami berpikir untuk mengganti strategi pemasaran, termasuk mengganti desain kemasannya, semata-mata ingin memiliki appearance baru yang bisa meningkatkan image, sekaligus bersaing dengan produk-produk asing. Kami pun rebranding dengan nama Jam’O’Jam. Kami yakin, desain adalah salah satu brand identity, sehingga tergantung dari desainnya seperti apa, persepsi masyarakat akan sebuah produk juga bisa ikut berubah.
RG: Bisa diceritakan sedikit, biasanya untuk urusan desain, Mayora mempercayakannya pada siapa? Apakah memiliki tim in-house, atau menggunakan freelancer atau agency?
RA: Ya, kami memiliki desainer in-house, terutama karena kami ingin menjaga confidentiality. Namun, untuk proyek-proyek yang sifatnya less confidential, atau jika hasil yang diberikan oleh tim in-house kami kurang sesuai dengan yang kita harapkan, kita akan mencari bantuan dari third party, dalam hal ini kebanyakan kita mempercayakannya pada agency yang memang sudah memiliki expertise di bidang ini.
RG: Oke, kalau begitu bisa cerita sedikit mengenai pengalaman bekerjasama dengan agency? Apakah selama ini pengalamannya menyenangkan, atau justru sering kali menyebalkan?
RA: Sebenarnya, tergantung dari agency-nya juga sih. Kita sudah pernah bekerjasama dengan beberapa agency selama ini, dan sebagian besar rasanya cukup welcome dan sangat mudah diajak bekerjasama. Namun, memang ada beberapa agency yang cenderung “sulit”, karena antara agency dengan principal sering terjadi ketidaksepahaman. Mungkin ada faktor manusianya juga dalam hal ini, atau mungkin karena kesalahan tim internal kami, tetapi memang ada beberapa kasus yang kita temui, di mana brief yang kami berikan sudah lengkap – setidaknya dalam anggapan kami sudah cukup jelas – namun ternyata dari pihak agency-nya masih belum bisa menangkap yang kita inginkan. Yah, pada akhirnya hasilnya tidak memuaskan, waktu meeting ini dan itu jadi terbuang percuma, dan kita pun harus mengerjakannya dari awal lagi.
RG: Sekarang setelah mencoba konsep crowdsourcing, apa keuntungan-kekurangan yang Bapak rasakan?
RA: Menurut saya, crowdsourcing secara ide sangatlah bagus, karena kita bisa mendapatkan hasil yang baik dalam waktu yang cukup singkat, karena pengerjaannya secara berbarengan, tidak hanya dilakukan oleh satu orang ataupun satu tim saja. Sementara itu, sisi negatifnya adalah hasil yang diperoleh terlalu beragam, ada yang bagus sekali, biasa saja, ada pula yang kurang memuaskan. Namanya juga kompetisi, pastinya iming-iming hadiahnya harus yang menggiurkan, agar pesertanya semakin banyak dan semakin bersemangat. Saya lihat, banyak peserta yang baru menyerahkan karyanya last minute. Jadi, mungkin eksekusinya kurang maksimal.
“crowdsourcing secara ide sangatlah bagus, karena kita bisa mendapatkan hasil yang baik dalam waktu yang cukup singkat, karena pengerjaannya secara berbarengan, tidak hanya dilakukan oleh satu orang ataupun satu tim saja”
RG: Selain desain, menurut Bapak, hal-hal apa lagi yang bisa di-crowdsource?
RA: Saya rasa, ide dan aktivasi juga bisa dilemparkan kepada crowd. Pokoknya segala sesuatu yang sifatnya tidak sensitif, karena kalau hal yang sensitif dilempar ke crowd, concern-nya ya itu, confidentiality. Takutnya nanti big idea bisa dicomot oleh kompetitor, tentunya akan merugikan sekali.
RG: Wah, terima kasih atas pendapatnya, Pak. Terakhir nih, apa pendapat Bapak mengenai Sribu.com?
RA: Saya cukup puas menggunakan jasa crowdsourcing dari Sribu.com. Menurut saya, Sribu adalah salah satu source yang paling cepat untuk mendapatkan ide. Jadi, pastinya bila ke depannya kami memerlukan desain apapun, tidak hanya desain packaging saja, kami akan mempertimbangkan Sribu sebagai source desainnya kembali. Saran saya, untuk menambah kualitas layanan Sribu, sebaiknya ke depannya Sribu bisa punya sistem yang lebih customized. Maksudnya, desainer yang diikutsertakan dalam kompetisi memang telah terbagi ke dalam beberapa kategori, sesuai dengan expertise-nya masing-masing. Misalnya, ada yang lebih expert menangani marketing collateral untuk industri perbankan, ya sebaiknya tidak diikutsertakan dalam kompetisi yang diselenggarakan pemain FMCG, dan begitupun sebaliknya. Karena, memang dari segi style desain pastinya sudah berbeda.
RG: Terima kasih banyak atas masukannya yang berharga, Pak. Kami akan mempertimbangkan kemungkinan tersebut.
Gimana, sribuddies? Cukup menarik kan perbincangan singkat Ryan dengan Pak Ronald dari PT. Mayora Indah, Tbk.?
Sampaikan komentar sribuddies lewat Facebook Fan Page Sribu.com atau Twitter account kita di @sribudotcom yuk. Ditunggu lho…
Salam,
Tim Sribu
^ PT Mayora Indah, Tbk.