(Artikel sebelumnya diterbitkan di Kompas)
Kesulitan mendapatkan pekerjaan justru menjadi titik balik bagi Ryan Gondokusumo untuk membangun bisnisnya sendiri.
Berangkat dari pengalaman di luar negeri dan melihat potensi teknologi, ia membangun Sribu.com yang menaungi 1,2 juta freelancer di Indonesia.
Awal yang Tak Mudah
Ryan Gondokusumo tidak pernah membayangkan dirinya akan terjun ke dunia teknologi.
Lahir dari keluarga yang berkecimpung di bidang finansial dan berlatar belakang pendidikan insinyur, ia sempat mengalami kesulitan mencari pekerjaan yang sesuai setelah kembali ke Indonesia.
“Saya sempat melamar ke sebuah perusahaan, tapi justru ditempatkan sebagai teknisi, bukan di bidang yang saya harapkan,” ungkap Ryan dalam rilisnya, Kamis (30/1/2025).

Pengalaman ini membuatnya berpikir untuk mencari peluang lain.
Saat kuliah di luar negeri, ia melihat bagaimana perusahaan berbasis teknologi bisa berkembang pesat dengan sistem yang efisien.
Salah satu yang menarik perhatiannya adalah perusahaan berbasis mobile yang mampu menangani ratusan ribu klien hanya dengan tim kecil.
“Saya kagum melihat bagaimana bisnis ini bisa berjalan tanpa harus menambah banyak pegawai atau cabang. Semua transaksi dilakukan melalui website,” kata Ryan.
Mendirikan Platform Freelancer
Dengan semangat membawa inovasi serupa ke Indonesia, Ryan akhirnya mendirikan Sribu.com pada tahun 2011.
Platform ini menjadi marketplace yang menjembatani antara klien dan freelancer, terutama di bidang desain grafis dan layanan digital lainnya.
“Saat itu di Indonesia belum ada model bisnis seperti ini. Saya melihat peluang besar, dan itulah yang mendorong saya untuk memulai,” jelasnya.
Tahun pertama tentu tidak mudah.
Ia harus memahami cara menjalankan bisnis digital, membangun tim, serta mencari klien.
Beruntung, ia banyak belajar dari mentor luar negeri, membeli kelas-kelas online, hingga menghadiri seminar internasional untuk mendapatkan wawasan lebih dalam tentang industri teknologi.
“Saya merasa di sekolah kita lebih banyak belajar akademis, tapi tidak ada yang mengajarkan bagaimana cara membangun bisnis. Jadi saya harus belajar sendiri dari berbagai sumber,” tambahnya.
Bertahan di Tengah Tantangan
Perjalanan Sribu.com tidak selalu mulus.
Salah satu tantangan terbesar datang saat pandemi Covid-19. Saat itu, omzet perusahaan turun drastis hingga 50 persen karena banyak bisnis yang gulung tikar.
“Covid adalah ujian berat. Banyak pelaku usaha yang menutup bisnisnya, dan itu berdampak langsung pada kami. Tapi kami tidak menyerah,” kata Ryan.
Ia mulai beradaptasi dengan kondisi pasar, memperkuat strategi digital, dan meningkatkan layanan agar tetap relevan di tengah perubahan.
1,2 Juta Freelancer hingga Ekspansi Global


Kini, setelah 13 tahun berdiri, Sribu.com telah memiliki lebih dari 40 ribu klien dan 1,2 juta freelancer terdaftar.
Dari jumlah tersebut, sekitar 30 ribu freelancer telah melalui proses kurasi ketat untuk memastikan kualitas layanan tetap terjaga.
“Tahun lalu saja, kami menangani lebih dari 60 ribu klien. Tahun ini, saya optimis bisa mencapai tiga kali lipat dari angka tersebut,” ujarnya.
Ryan juga menargetkan pertumbuhan transaksi yang signifikan.
Jika tahun lalu jumlah transaksi mencapai 50 ribu, maka pada 2025 ia berharap bisa meningkat hingga tiga kali lipat.
Dengan tim yang kini berjumlah 70 orang, Sribu.com terus berkembang dan mulai merambah pasar internasional.
Ryan yakin bahwa dengan pendekatan yang tepat, platform ini bisa menjadi solusi global bagi klien dan freelancer di berbagai negara.
Bukan Hanya Bisnis, tapi Perubahan
Bagi Ryan, platform ini bukan hanya soal profit, tapi juga tentang menciptakan dampak bagi para freelancer.
“Saya percaya platform ini bisa mengubah hidup banyak orang. Dulu, seorang freelancer mungkin hanya bisa menghasilkan Rp 2 juta–3 juta per bulan. Sekarang, ada yang bisa mencapai Rp 20 juta–30 juta per bulan,” beber dia.
Selain itu, budaya kerja di perusahaan juga menjadi fokus utama.
Menurut Ryan, kunci keberhasilan bukan hanya pada strategi bisnis, tetapi juga membangun tim yang solid dengan visi yang jelas.
“Kami menerapkan budaya kerja yang kuat. Saat mencari orang baru, yang utama bukan hanya skill, tapi apakah mereka memiliki budaya kerja yang sama dengan kita atau tidak,” pungkasnya.
Dari perjalanan panjang ini, Ryan memperlihatkan, kegagalan mencari pekerjaan bukanlah akhir dari segalanya. Justru, itu bisa menjadi awal dari sesuatu yang lebih besar.

(Jangan lupa subscribe ke Blog Sribu dan follow akun Instagram Sribu supaya tidak ketinggalan informasi menarik lainnya terkait dunia digital marketing, SEO, dan tren pasar terkini.)