KFC Sekarang Jadi Kentucky Tea House?

tea sipping colonel sanders illustration

Apa yang muncul ke pikiran ketika Anda mendengar nama restoran cepat saji KFC?

Kalau saya, pasti langsung terpikir ayam goreng renyah dan sausnya yang memiliki rasa tersendiri.

Oleh karena itu foto ini membuat saya sedikit heran.

Outlet Khusus Teh KFC di Suzhou, Cina

Sosok berkumis di logo outlet terlihat familiar, tapi ia mengenakan pakaian tradisional Cina dan memegang sebuah cup minuman..

Itu maskot KFC, Kolonel Sanders!

Tapi, mengapa wujud dan presentasi tokonya berbeda?

Ternyata, ini adalah outlet khusus minuman teh pertama KFC yang diberi nama “Grandpa’s Comfy Tea House“.

Diresmikan bulan Juni lalu di kota Suzhou, kini masyarakat di Cina sudah dapat menikmati berbagai varian teh khas Delta Sungai Yangtze di toko baru sang Kolonel.

Para pengamat bisnis melihat langkah ini sebagai sebuah inovasi yang terbilang sangat berani.

Bagaimana tidak? KFC sudah terkenal di seluruh dunia dengan produk ayam gorengnya, kenapa tiba-tiba mereka “pindah dapur” dengan menjual produk teh?

ADAPTASI DENGAN PASAR LOKAL

Industri minuman teh adalah salah satu market terbesar di Cina (diperkirakan akan mencapai angka 44 Miliar US Dollar tahun ini).

Populernya minuman ini pun tentu terkait erat dengan budaya dan tradisi masyarakat lokal di sana, dan KFC menyadarinya.

Walaupun banyak produk yang bisa jadi opsi ketika mereka ingin berinovasi (Sushi KFC, mungkin?), tapi akhirnya teh dipilih karena mereka mengerti bahwa produk ini sesuai dengan selera lokal!

Praktek penyesuaian dengan selera & kebutuhan lokal seperti ini bukanlah hal baru di dunia bisnis. Biasanya, strategi ini disebut dengan istilah “Business Localization“.

Melakukan praktek ini tidak harus selalu berbentuk radikal seperti KFC yang menawarkan produk baru.

Netflix, misalnya, menayangkan film berbeda & memberikan fitur subtitle di platform streaming tergantung dari lokasi pengguna.

Hal ini tentu akan meningkatkan kepuasan pelanggan, yang merasa bahwa Netflix mengerti dengan kebutuhan mereka.

Selain itu, localization ini pun bisa membuat produk “khusus lokal” yang ditawarkan menjadi lebih laris dan juga menarik perhatian.

Contoh ini membuktikan bahwa cukup banyak langkah yang bisa diambil jika Anda ingin berinovasi dalam bisnis dengan localization.

PILIHAN LEBIH BERAGAM DI INDONESIA

Di bagian ini, saya ingin coba brainstorming dengan mencari ide-ide penerapan praktek localization untuk pebisnis di Indonesia.

Mari mulai dengan satu industri yang terbilang mudah untuk kita “otak-atik”:

Kuliner.

Hampir setiap kota di Indonesia memiliki sebuah resep makanan dan selera yang khas (misalnya, kota Padang & makanan pedas).

Anda bisa mencoba mix & match resep makanan barat dengan resep lokal tempat Anda berjualan.

Pizza dengan topping potongan rendang?

Es krim rasa cendol, mungkin?

Mungkin ide-ide di atas terdengar gila, tapi — percaya atau tidak — bisnis besar sekelas McDonald’s pun sudah mempraktekkan hal ini:

Produk semacam ini akan mampu mencuri perhatian masyarakat.

Ketika melihat/mendengar adanya sebuah produk yang memiliki “kearifan lokal” tersebut (pengguna Twitter pasti pernah mendengar istilah ini), hal pertama yang akan muncul di pikiran audiens adalah:

Bagaimana ya rasanya?

Hanya dari impresi pertama, mereka akan memiliki pikiran untuk membeli dan mencoba produk!

Sekarang, coba kita cari ide localization untuk industri fashion.

Satu hal yang bisa kita kaitkan antara pakaian dan lokasi adalah: cuaca.

Jika saya ingin berjualan jaket gunung di kota seperti Surabaya dan Malang, kemungkinan penjualan yang dihasilkan tidak akan sebesar jika saya menjual di Bandung.

Ini karena cuaca kota-kota tersebut menuntut pakaian yang berbeda jika orang-orang ingin merasa nyaman. Jadi, trik localization yang bisa kita lakukan adalah dengan memilih tipe outfit yang dijual:

Kota cuaca panas: baju bahan ringan, topi, dll

Kota cuaca dingin: sweater, kupluk, celana tebal, dll

Foto oleh cottonbro & tran long di Pexels

Ini hanyalah contoh dari dua industri, dan sekarang giliran Anda untuk menerapkan strategi ini kepada bisnis yang Anda jalankan.

Kuncinya: lihat sekeliling.

Setiap daerah pasti memiliki satu hal yang memiliki appeal secara umum.

Carilah koneksi yang bisa menghubungkan “selera” tersebut dengan produk, sehingga bisnis Anda akan bisa memiliki “kearifan lokal” yang menarik perhatian masyarakat di sekitar.

Dengan satu inovasi, buat bisnis Anda jadi seorang “pribumi”!

Raski Santika
Raski Santika adalah Blog Writer & Editor di Sribu. Melalui tulisannya, ia ingin menginspirasi, mengedukasi, serta membantu para pemilik usaha & talent freelancer digital Indonesia untuk terus berkembang serta mempelajari ilmu baru.