Indonesia terletak di sebelah pinggir barat daya dari Cincin Api Pasifik. Hal ini mengakibatkan tingginya aktivitas vulkanik dan resiko terjadinya gempa. Saat mulai memutuskan untuk membeli atau membangun rumah, perlu dipertimbangkan ketahanan rumah terhadap bencana alam khususnya gempa sesuai dengan Undang-undang Bangunan Gedung N0. 28/2002. Gempa yang diikuti tsunami di Samudra Hindia pada tahun 2004 dan gempa di Yogyakarta pada 2006 menunjukkan bahwa ilmu bangunan tahan gempa sangat diperlukan di Indonesia. Bangunan tahan gempa tahan terhadap gempa-gempa kecil, hanya mengalami kerusakan kecil pada gempa-gempa sedang-besar. Dengan bangunan yang baik, bangunan akan tetap berdiri kokoh meski mengalami kerusakan ketika gempa terjadi.
Kunci bangunan tahan gempa ada pada konstruksi yang kokoh dan memakai bahan-bahan ringan. Pondasi, kolom, dan kuda-kuda atap harus dibangun dengan konstruksi yang kuat. Semua komponen rumah juga harus menyatu dengan sempurna. Atap dan dinding sebaiknya memakai bahan-bahan yang ringan. Saat diguncang gempa, momentum bahan-bahan yang ringan saat berayun tidak begitu besar. Benda-benda berat berayun dengan kencang saat diguncang gempa, berisiko tinggi untuk jatuh atau roboh.
Membangun rumah tahan gempa dimulai dengan membuat pondasi yang kokoh. Pondasi batu kali menerus harus berada di atas tanah yang stabil dan digali hingga mencapai tanah keras. Jika tanahnya lembek, harus dikeraskan dan distabilkan terlebih dahulu. Setiap siku juga harus tepat membentuk sudut 90 derajat. Pondasi harus menyatu dengan kolom dan di atas pondasi harus ada sloof yang mengikat erat kolom-kolom tersebut. Sloof juga harus diberi angker dengan pondasi pada setiap jarak 0,5 meter agar keduanya terikat erat.
Dinding rumah sebaiknya dibuat dari batu bata yang ringan atau papan kayu. Dinding ini harus disatukan dengan kolom menggunakan angker. Untuk menahan gerakan horizontal saat gempa, diperlukan pengikat silang agar dinding lebih kaku dan kokoh. Bukaan yang lebar seperti pada pintu dan jendela harus diberi balok lintel yang biasanya dipasang pada kusen atas. Tanpa ada ini, jendela bisa terlempar dari tembok saat diguncang gempa yang kuat.
Kolom diperlukan untuk setiap luasan 12 m2 pada dinding, fungsinya seperti tiang rumah. Semua kolom harus tertanam kuat ke dalam pondasi dan ada balok keliling yang mengikat semua kolom. Jika kolom ada di bawah kuda-kuda, kaki miring kuda-kuda atap harus menyatu dengan kolom di bawahnya untuk memperkokoh atap.
Atap yang ringan lebih tahan pada guncangan gempa, oleh karena itu atap seng atau sirap lebih baik daripada genting. Genting memang mampu menahan sengatan panas matahari, tetapi genting keramik ini lebih berat daripada jenis atap yang lain. Kayu memang cukup ringan untuk kerangka atap, tetapi kuda-kuda dan kerangka atap yang terbuat dari aluminium selain ringan juga bebas dari serangan rayap. Kuda-kuda juga harus menyatu erat dengan kuda-kuda lain menggunakan batang lintel.
Bangunan tahan gempa harus mengikuti standar dalam membangun, mulai dari mengaduk adonan semen, mendirikan kolom, dan lain-lain. Semua harus sesuai standar. Semua komponen harus terikat erat satu dengan yang lain, baik komponen struktural maupun komponen non-struktural. Saat membangun atau membeli rumah, perlu dipertimbangkan ketahanan bangunan terhadap gempa. Pastikan pengembang yang membangun rumah kita mengikuti standar-standar yang ada, mengingat hampir seluruh wilayah Indonesia rentan dengan risiko gempa. Jika akan membeli rumah yang sudah jadi, periksa dahulu apakah rumah dibangun sesuai dengan kondisi Indonesia yang rawan gempa.
Jangan lupa, kunjungi UrbanIndo untuk mendapatkan properti Impian Anda dengan jasa desain interior terbaik dan dapatkan juga jasa desain rumah hanya di Sribu!