Hak Merek & Hak Cipta: Pemisah Antara Pemilik Dan Pencuri Karya

copyright watcher illustration

Belakangan ini saya tidak bisa membuka timeline Twitter tanpa melihat pembahasan mengenai isu hak merek Citayam Fashion Week.

(Jika menggunakan Twitter, pasti Anda juga merasakan hal yang sama.)

Terlepas dari pendapat saya mengenai kasus tersebut, hal ini membuktikan bahwa sampai sekarang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) masih menjadi hal yang membingungkan dan — jika tidak diperhatikan — dapat membawa kerugian besar bagi pihak-pihak tertentu.

Kita — termasuk saya *uhuk* — seringkali masih menganggap HKI sebagai suatu hal yang sepele.

Rasanya, sudah tak terhitung lagi berapa kali kita pernah mengambil gambar dari Google Images untuk kepentingan pribadi tanpa meminta izin.

Begitu juga dengan kebiasaan kita mengunduh film, software atau game secara ilegal karena tidak ingin mengeluarkan uang sepeser pun untuk membeli.

Pemahaman mengenai HKI terutama penting jika Anda berada di sisi lain dari skenario ini.

Bagi seorang pebisnis, pekerja lepas, atau pekerja kreatif, memahami HKI adalah sebuah hal yang sifatnya wajib.

BERKENALAN DENGAN HKI

illustrasi perkenalan HKI

Pertama, kita harus ketahui bahwa hak merek (yang menjadi isu terkait Citayam Fashion Week) hanyalah 1 dari 7 hak yang termasuk sebagai Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia.

Dikutip langsung dari laman resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenhumkam RI, ke-7 hak tersebut terdiri dari:

  1. Paten; terkait invensi (penemuan) teknologi.
  2. Merek; terkait tampilan grafis/visual seperti logo, nama, angka, susunan warna, dsb.
  3. Desain Industri; terkait bentuk, konfigurasi, komposisi garis dan warna, ataupun desain suatu produk dan/atau komoditas.
  4. Cipta; terkait hak eksklusif penciptaan yang mencakup bidang ilmu pengetahuan, seni & sastra, dan program komputer.
  5. Indikasi Geografis; asal suatu barang dan/atau produk yang terkait faktor geografis/lokasi.
  6. Rahasia Dagang; info yang tidak diketahui umum di bidang teknologi dan/atau bisnis.
  7. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST); terkait peletakan elemen dalam sebuah sirkuit terpadu.

Apapun bidang industri yang digeluti, bisnis Anda pasti memiliki kaitan dengan setidaknya satu hak yang tertera di atas.

Setiap kategori pun mungkin akan membutuhkan artikel tersendiri jika ingin dibahas secara lebih lengkap. (Jika semua dibahas di sini, panjang artikel bisa melebihi 5000 kata..)

Oleh karena itu, saya akan bahas 2 kategori saja yang sepertinya paling sering terdengar dan relevan untuk para pebisnis pembaca Blog Sribu: Hak Merek & Hak Cipta.

“IDENTITAS INI MILIK BISNIS SAYA, SECARA SAH!”

Close-up of Hand Holding Text over Black Background
Foto dari Pixabay

Mari bahas Hak Merek terlebih dahulu.

Dikutip langsung dari situs resmi DJKI, pengertian merek adalah:

Tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 dimensi dan/atau 3 dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.

Mudahnya, merek adalah identitas sebuah bisnis.

Identitas ini bisa kita lihat secara visual dan berfungsi sebagai pengenal, alat promosi, jaminan keamanan untuk konsumen, serta bukti asal produk atau jasa yang dijual.

Ketika sebuah bisnis mendaftarkan merek-nya ke DJKI (dan kemudian diterima), maka bisnis tersebut akan tercatat sebagai pemilik identitas resmi yang terlindung oleh hukum.

Mengacu pada Undang-Undang nomor 20 tahun 2016, pelanggar penggunaan merek bisa mendapat hukuman berupa kurungan penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal hingga 2 miliar rupiah.

Sebuah hukuman yang cukup menakutkan, menurut saya.

Police Officer Putting Handcuffs on Another Person
Foto oleh Kindel Media di Pexels

Di Indonesia sendiri, isu terkait hak merek sudah sering terjadi.

Tahun lalu saja, beberapa brand ternama seperti Gojek, Tokopedia, dan Geprek Bensu sempat tersandung kasus yang mempermasalahkan penggunaan nama bisnis mereka.

Oleh karena itu, pastikan bahwa merek bisnis Anda terdaftar di DJKI supaya tidak akan menjadi problema di kemudian hari.

Biaya yang dibutuhkan pun terbilang relatif murah (Rp 500,000 hingga Rp 1,800,000 tergantung jenis usaha) dan Anda bisa mempelajari syarat serta prosedur selengkapnya di sini.

Merek yang terdaftar akan berlaku selama 10 tahun dari tanggal pendaftaran (bukan penerimaan), dan Anda akan perlu memperpanjang perlindungan lagi jika jangka waktu yang ditetapkan telah habis.

BUKTI PENCIPTA, BUKTI PEMILIK KARYA

Photo of Woman Writing on Tablet Computer While Using Laptop
Foto oleh Antoni Shkraba di Pexels

Definisi Hak Cipta menurut DJKI adalah:

Hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dibandingkan properti kekayaan intelektual lainnya, Hak Cipta memiliki cakupan yang paling luas.

Ciptaan yang dilindungi adalah:

  • Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (layout) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
  • Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
  • Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
  • Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
  • Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
  • Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
  • Arsitektur;
  • Peta;
  • Seni Batik;
  • Fotografi;
  • Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

Ya, cakupannya sangat banyak.

Kategori ini juga mungkin merupakan properti kekayaan intelektual yang paling sering dilanggar.

Ingat contoh yang saya sebutkan di awal terkait pengunduhan gambar, film, software, dan game bajakan? Itu adalah contoh pelanggaran Hak Cipta.

Walaupun (sayangnya) dianggap “wajar” dan sangat sering dilakukan oleh masyarakat, hukuman yang bisa diterima sebenarnya terbilang cukup berat.

Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 menyebutkan bahwa pelanggar Hak Cipta bisa mendapat hukuman penjara paling lama 7 tahun dan denda maksimal 5 miliar Rupiah.

Lagi-lagi, menakutkan..

A Person using Black and Silver Laptop
Foto oleh Meruyert Gonullu di Pexels

Bagi pebisnis, tak jarang kebutuhan pembuatan desain atau konten dilemparkan ke pihak di luar perusahaan.

Biasanya hal ini dilakukan karena perusahaan tak memiliki tenaga kerja ataupun keahlian yang dibutuhkan.

Supaya tak menjadi bumerang di kemudian hari, pastikan Anda akan memiliki Hak Cipta penuh atas karya ketika pesanan sudah selesai dikerjakan. (Di Sribu, hal ini sudah menjadi sebuah jaminan.)

Tentunya Anda tidak ingin suatu saat mendapat tuntutan terkait logo atau kemasan produk, misalnya, hanya karena lupa untuk memastikan bahwa Hak Cipta desain sudah menjadi milik Anda atau tidak.

Seperti Hak Merek, permohonan pencatatan Hak Cipta (termasuk cek syarat & prosedur) pun sudah bisa dilakukan secara online.

Biaya yang diperlukan pun relatif murah, berkisar dari Rp 150,000 hingga Rp 700,000 saja tergantung jenis permohonan (dengan pengecualian untuk Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) bidang musik yang membutuhkan biaya Rp 5,000,000 hingga Rp 10,000,000).


Pembahasan mengenai bidang hukum dan undang-undang memang seringkali menjadi suatu hal yang rumit dan sulit dimengerti.

Tapi bagi pebisnis, ini adalah sebuah hal yang tidak boleh dianggap remeh.

Hanya karena tidak sedikit orang yang melanggar tanpa diberi hukuman, bukan berarti Anda pun bisa merasa santai melakukan hal yang sama.

Pikirkan hal ini sebagai salah satu titik vital di fondasi bisnis Anda.

Jika Anda hanya memperhatikan hal-hal yang terlihat di “permukaan”, tentu bisnis pun tidak akan bisa terbangun secara kokoh.

Oleh karena itu, pelajari dan pahami Hak Kekayaan Intelektual sebaik mungkin.

Dengan demikian, bisnis Anda pun akan aman dari kemungkinan menjadi “korban” ataupun “pencuri”.

Raski Santika
Raski Santika adalah Blog Writer & Editor di Sribu. Melalui tulisannya, ia ingin menginspirasi, mengedukasi, serta membantu para pemilik usaha & talent freelancer digital Indonesia untuk terus berkembang serta mempelajari ilmu baru.