Siapa sangka, kini TikTok bukan hanya jadi aplikasi tempat sumber hiburan — tapi juga sudah jadi mesin pencari utama bagi generasi muda.
Gen Z, kelompok yang lahir antara 1997 hingga 2012, semakin sering mencari informasi, rekomendasi produk, bahkan berita langsung dari TikTok.
Perubahan ini menjadi titik balik besar dalam perilaku digital.
Bagi bisnis yang promosi di sosial media, ini bukan sekadar fenomena, tapi informasi bahwa cara seorang audiens muda mencari, menilai, dan memercayai informasi telah berubah.

Kenapa Gen Z Lebih Pilih TikTok daripada Google?
Alasannya sederhananya: Gen Z tidak hanya mencari informasi, tapi juga keterhubungan emosional.
Mereka ingin melihat, mendengar, dan merasakan pengalaman orang lain — bukan sekadar membaca sebuh artikel yang dioptimasi untuk mesin pencari.
Contohnya, Gen Z lebih sering memilih mencari tempat makan di TikTok atau Instagram dibanding Google Search atau Maps, karena mereka merasa video pendek lebih cepat dan jujur dalam menunjukkan realita.
Google bisa memberi jawaban, tapi TikTok memberikan “pengalaman”. Dan bagi Gen Z, pengalaman ini adalah aspek yang lebih penting.


Ada tiga alasan utama mengapa Gen Z cenderung lebih mempercayai TikTok dibanding Google:
a. Autentisitas Lebih Penting daripada Kredibilitas
Bagi kalangan gen Z, kejujuran dan spontanitas adalah bentuk kredibilitas baru.
Seseorang yang berbagi pengalaman pribadi tanpa skrip justru akan lebih meyakinkan dibanding seorang pakar yang berbicara dengan formalitas tinggi.
b. Algoritma TikTok Terasa “Manusiawi”
Berbeda dengan Google yang berfokus pada kata kunci, TikTok menggunakan interest graph — sebuah sistem yang menampilkan video berdasarkan perilaku pengguna, mulai dari durasi tonton, komentar, hingga jenis interaksi.
Inilah yang membuat TikTok terasa lebih personal.
Setiap scroll terasa seperti diarahkan langsung ke minat masing-masing pengguna, menciptakan pengalaman yang lebih relevan dan emosional.
c. Format Video yang Menarik dan Informatif
Data dari HubSpot State of Marketing Report menyebutkan bahwa konten video pendek memiliki ROI tertinggi dibanding jenis konten lain di media sosial.
Ini karena video pendek mudah dicerna dan bisa memicu respons emosional dalam hitungan detik — sesuatu yang sulit dilakukan konten teks atau visual infografik statis.
(Baca juga: Apa Itu ROI (Return-on-Investment)? Definisi & Cara Hitungnya)
Dampaknya terhadap Dunia Bisnis


Perubahan ini memaksa brand dan bisnis untuk beradaptasi dengan perilaku audiens baru.
Kini, optimasi mesin pencari (SEO) saja tidak cukup. Bisnis perlu juga menguasai Social Search Optimization (SSO) — optimasi agar konten mudah ditemukan di TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts.
Menurut laporan Hootsuite Social Trends, brand yang aktif membuat konten video pendek mengalami peningkatan engagement hingga 54%, dibanding brand yang masih berfokus pada konten statis.
Artinya, bisnis perlu hadir di platform tempat audiens menghabiskan waktu — dan saat ini, tempat itu adalah TikTok.
Beberapa langkah strategis yang bisa diterapkan oleh bisnis di Indonesia antara lain:
-
Gunakan format video storytelling untuk memperkuat kedekatan dengan audiens
-
Kolaborasi dengan kreator lokal agar konten terasa relevan secara budaya
-
Tampilkan testimoni nyata dalam format video pendek
-
Manfaatkan jasa freelancer profesional di Sribu untuk membuat strategi konten TikTok yang sesuai dengan karakter brand Anda
Indonesia, Salah Satu Basis Terkuat TikTok di Dunia
Menurut DataReportal Digital 2024 Indonesia, lebih dari 121 juta orang Indonesia menggunakan TikTok secara aktif setiap bulannya.
Angka ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu pasar terbesar TikTok di dunia.
Maka tak heran jika banyak brand lokal mulai memprioritaskan strategi konten TikTok dalam kampanye bisnis mereka.
Mereka tidak hanya beriklan, tapi juga membuat konten edukatif dan menghibur yang memperlihatkan sisi manusiawi brand.
Pendekatan seperti ini seringkali lebih berhasil menarik hati Gen Z dibanding iklan formal dengan narasi satu arah.

Kesimpulan
Kepercayaan Gen Z terhadap TikTok lebih besar daripada Google bukan berarti mesin pencari tersebut kehilangan relevansinya.
Namun, paradigma kepercayaan digital telah berubah: dari otoritas institusional menjadi keaslian dari pengalaman pribadi.
Generasi muda tidak hanya ingin tahu “apa yang benar,” tapi juga “siapa yang mengalaminya.”
Bagi bisnis, ini berarti Anda harus berani tampil nyata, berkomunikasi terbuka, dan membangun hubungan dua arah dengan audiens.
Jika Anda ingin membuat strategi video marketing yang kuat, banyak freelancer profesional di Sribu siap membantu merancang konten kreatif dan autentik yang sesuai dengan karakter brand.
Karena mimpimu layak dikejar, sisanya? #SribuinAja!
(Jangan lupa subscribe ke Blog Sribu dan follow akun Instagram Sribu supaya tidak ketinggalan informasi menarik lainnya terkait dunia digital marketing, SEO, dan tren pasar terkini.)










