Selamat datang di episode SribuTalks ke-45.
Tekan tombol play di bawah atau klik di sini untuk memulai rekaman podcast. Kami juga sudah siapkan show note di bawah yang terdiri dari poin pembahasan Podcast kali ini.
Selamat mendengarkan!
1. Sebenarnya… Siapakah Yang “Gunakan” Crypto?
Dalam beberapa tahun terakhir, tren cryptocurrency meroket di seluruh dunia termasuk juga Indonesia.
Coba lihat ketertarikan uang digital ini lewat Google Trend:
Hampir seluruh pebisnis memiliki investasi di cryptocurrency, tapi ini jadi pertanyaan. Jika kita bisa lakukan crypto trading, apakah ada bisnis di Indonesia yang bertransaksi menggunakan crypto?
Belum ada.
Bahkan, negara yang sering mengadopsi teknologi terkini, finansial & teknologinya maju seperti Singapura hingga kini juga belum pernah ada bisnis yang menggunakan crypto sebagai alat pembayaran.
Berbeda dengan Berlin, Jerman, ada sebuah kafe hipster yang secara terang-terangan memperbolehkan transaksi dengan bitcoin/crypto.
Sebagai seorang pengamat, justru penggunaan crypto ini lebih sering digunakan oleh transaksi ilegal seperti jual beli narkoba dan hal terlarang lainnya. Mengapa? Karena sulit melacaknya.
Jika crypto lebih dimanfaatkan oleh Narcos, maka siapa lagi yang bisa transaksi dengan uang digital ini?
Apakah ada bank yang mendukung transaksi crypto?
Sejauh ini masih sedikit. Contohnya seperti grup dari JP Morgan & Citibank yang sudah menawarkan fitur ini ke kliennya supaya mereka lebih mudah lakukan transaksi crypto.
Crypto sendiri saat ini masih menjadi aset yang beresiko tinggi, itulah mengapa jarang diluncurkan ke kalangan masyarakat.
2. Produk Beresiko Tinggi, Hanya Negara Tertentu Yang Boleh Memasarkannya
Banyak bisnis di dunia ini yang bisa mempromosikan produknya lewat iklan di Google Ads.
Namun, hanya beberapa negara saja yang bisa mempromosikan cryptocurrency lewat platform ini, antara lain:
Tetapi ada juga negara yang bisa registrasi untuk ini mengiklankan produk finansial di luar daftar di atas.
Untuk menampilkan iklan layanan keuangan dalam bentuk apa pun di Australia, Brasil, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Portugal, Singapura, Spanyol, dan Taiwan – termasuk menampilkan iklan kepada pengguna di negara-negara ini yang tampaknya mencari layanan keuangan – pengiklan akan perlu diverifikasi oleh Google.
A bit surprising! Ternyata banyak negara yang berdekatan dengan Indonesia yang sudah bisa mempromosikan layanan keuangan serupa.
Awalnya, on top of our mind… malah negara jauh seperti Meksiko atau Cina yang duluan bisa. Ternyata, tidak demikian.
3. Fan Token, Ketika Klub Bola Memanfaatkan Cryptocurrency
Seperti yang tadi kami sebut, bahwa apapun bisnisnya bisa gunakan cryptocurrency.
Begitu juga dengan dunia sepak bola.
Mereka menyebutnya Fan Token, sebuah bentuk cryptocurrency yang memberi pemegang akses ke berbagai fasilitas keanggotaan terkait penggemar seperti memberikan suara pada keputusan klub, hadiah, desain barang dagangan, dan pengalaman unik.
Contohnya seperti Juventus yang memberi pengalaman unik berupa pemilihan lagu ketika Juventus mencetak gol.
Jika ditotalkan sebuah token yang dipegang dengan nilai pasaran, disebut sebagai market cap.
Misalnya, Klub Bola A memiliki nilai token seharga Rp 1.000.000 dan di dunia terdapat 100 buah token, maka market cap-nya adalah Rp 100.000.000
Terlihat besar ya? Namun tidak demikian.
Justru market cap yang dimiliki Klub Bola malah jauh lebih kecil dibandingkan crypto lainnya.
Manchester City memiliki market cap 36.5 juta dolar, sedangkan market cap untuk bitcoin 378 milyar dolar.
Dengan bermitra dengan beberapa nama merek terbesar dalam olahraga, industri cryptocurrency masih bisa bertaruh dan daya tarik kepada penonton akan tumbuh.
Tetapi seberapa berkelanjutan ikatan antara sepak bola dan sektor crypto pada akhirnya masih harus dilihat.
4. Bayar Agency Ini Untuk Bantu Anda Resign Dari Kantor
Stres dan terlalu banyak bekerja?
Pekerja di Jepang yang ingin meninggalkan kantornya tanpa perlu menghadapi bos yang menyeramkan, bisa membayar perusahaan bernama EXIT untuk memberi tahu bos mereka bahwa mereka tidak akan kembali lagi. Selamanya.
Selama beberapa dekade, budaya kerja Jepang berkisar pada gagasan bahwa orang harus habiskan seluruh karier mereka di satu perusahaan
Tapi yang namanya rasa loyalitas pasti akan meretak beberapa tahun kemudian.
Lebih jelasnya, coba nonton video berikut ini:
EXIT atau disebut juga Taishoku Daikou, adalah startup berbasis di Tokyo yang dijalankan 2 orang, Yuichiro Okazaki dan Toshiyuki Nino.
Orang yang berharap tidak akan pernah injak kakinya di kantor lagi, bayar EXIT $450 untuk resign dari full-time job.
EXIT mengatakan, kalau layanannya membantu para pekerja menghidari anxiety ketika mau resign dan menghalangi upaya bos mereka yang ingin mereka menetap di kantornya.
EXIT bertindak sebagai penengah.
Setelah pekerja bilang ke bosnya kalo dia resign, EXIT bantu menyampaikan permintaan dasar, tapi tidak terlibat masalah yang rumit seperti pembayaran pesangon.
Langkah-langkahnya cukup mudah…
Tidak berhenti di sana!
EXIT juga memiliki program, jika Anda keluar dan berhasil mendapatkan tempat kerja baru, maka EXIT akan memberikan reward sebesar 50.000 yen!
Anda juga bisa ketik pertanyaan Anda di Google dan tambahkan Blog Sribu di akhir pertanyaan tersebut. Ini menunjukkan artikel terkait dari Blog Sribu, yang kualitasnya sudah tentu terjamin.