Selamat datang di episode SribuTalks ke-15.
Tekan tombol play di bawah untuk memulai rekaman podcast. Kami juga sudah siapkan show note di bawah yang terdiri dari 4 poin pembahasan Podcast kali ini.
Selamat mendengarkan!
1. Dari Selfie Hingga Kaya Raya dengan NFT
Perduniaan Metaverse semakin liar!
Seorang siswa dilaporkan telah menghasilkan banyak uang dengan mengubah ratusan selfie menjadi NFT. Sultan Gustaf Al Ghozali, dari Indonesia, mengambil foto dirinya hampir setiap hari selama lima tahun.
Masing-masing foto hampir sama: dia menatap ke kamera dengan wajah tanpa ekspresi. Ide di balik proyek ini adalah untuk membuat video time-lapse, yang tampaknya akan ia gunakan saat kelulusannya.
Mahasiswa ilmu komputer itu awalnya memberi harga foto-fotonya hanya 0,00001 ETH ($ 3), namun, harganya dengan cepat melambung dan sekarang terjual lebih dari $ 12.000.
Sesuai dengan kepanjangannya yaitu Non-Fungible Token. “Non-Fungible” artinya tidak dapat ditukarkan. Nah, NFT sendiri merupakan aset digital berbentuk token kriptografi yang memiliki suatu barang yang dianggap unik.
Biasanya, NFT berupa apa saja dalam format digital. Entah itu gambar, musik, bahkan otak Anda yang terunduh dan berubah jadi AI. Sekarang ini, masyarakat menggemari NFT sebagai tempat untuk menjual seni digital.
Mungkin akan jadi pertanyaan orang-orang, jika ini adalah aset gambar digital, bukannya tinggal “save image as…” saja untuk mendapatkannya?
Menariknya adalah, NFT dirancang untuk memberikan Anda sesuatu yang tidak dapat disalin secara kepemilikan karyanya (meskipun seniman masih dapat mempertahankan hak cipta dan hak reproduksi, seperti halnya karya fisik).
Baca juga cara menghasilkan uang dari internet
Singkatnya, dalam hal pengumpulan seni fisik: siapa pun dapat membeli cetakan Monalisa. Tetapi hanya satu orang yang memiliki lukisan aslinya.
2. Akankah NFT Membunuh Seni Tradisional?
Seiring munculnya NFT sebagai ajang koleksi seni digital, pertanyaan demi pertanyaan muncul. Akankan NFT menghentikan koleksi seni tradisional? Melansir dari cuitan artnet di Twitter yang mengatakan demikian:
The internet killed the yellow pages. Netflix killed Blockbuster.
Will NFTs kill traditional art?
Greetings, my name is @CozomoMedici. What I’m about to share with you may make you angry. You may disagree. But it’s crucial you here it.
So buckle up, and let’s begin👇
— Artnet (@artnet) December 15, 2021
Jika Anda membaca lengkap utas di atas, Artnet mengatakan bahwa setiap hal ada masanya dan setiap waktu akan berevolusi. Tapi itu semua tergantung. Misalnya, dengan adanya Podcast (seperti SribuTalks tentunya), apakah orang-orang meninggalkan radio? Tidak, karena pasarnya masih ada.
Bahkan Podcast menjadi tempat untuk para penyiar radio mengekspresikan kreatifitasnya di luar siaran radio. Apakah orang-orang meninggalkan pembelian lukisan tradisional? Tidak, karena pasarnya masih ada. Memiliki lukisan tradisional dan terpajang di tembok rumah justru memberikan energi lain dalam ruangan itu. Hingga kapan pun, lukisan tradisional tidak ada matinya.
Yellow pages dibunuh oleh browser web tetapi tidak untuk internet, dan Netflix juga tidak mematikan film …, jika memang NFT merajalela, seni tradisional akan lebih langka dan jauh lebih berharga dari sebelumnya.
3. VR Bantu Sapi Produksi Susu Lebih Banyak
Izzet Kocak, dari Turki, memberi sapi kacamata VR setelah melihat sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa itu membuat sapi lebih bahagia. Lebih bahagia seperti: mereka menghasilkan lebih banyak susu.
Kocak (namanya sesuai dengan tindakannya) mengatakan langkah itu sudah membuahkan hasil. Dia memberikan headset kepada dua ekor sapinya dan mencatat bahwa produksi susu meningkat dari 22 liter menjadi 27 liter sehari.
Dan apa yang dilihat sapi melalui kacamata VR? Rupanya, itu adalah penglihatan dari dunia luar!
Sebelumnya, dia menggunakan musik klasik untuk mencoba menenangkan ternaknya. Tapi dia lebih terkesan dengan headset itu dan berencana untuk membeli sepuluh lagi.
Headset ini dikembangkan oleh dokter hewan dan pertama kali diuji di sebuah peternakan di Moskow.
Petani bekerja dengan pengembang, dokter hewan, dan konsultan di pertanian Krasnogorsk dekat Moskow, untuk mengirimkan simulasi ladang musim panas kepada ternak.
Jika sapi bisa mengurangi rasa stress, mungkin akan berguna bagi manusia ketika sedang ambil tindakan operasi tanpa tidur (seperti sunat) untuk mengurangi stressnya.
4. Gandakan Penghasilan Berkebun Dengan Agroforestri
Di Taiwan, agroforestri sedang berkembang.
Agroforestri adalah penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan oleh manusia, penerapan teknologi, komponen tanaman semusim, tanaman tahunan, atau ternak maupun hewan, waktu bisa bersamaan atau bergiliran, ada interaksi ekologi, sosial, ekonomi.
Di kabupaten Hualien, cagar alam kupu-kupu seluas 6 hektar juga digunakan untuk menanam tanaman nila, yang merupakan tanaman komersial utama hingga sekitar seabad yang lalu. Di bawah pohon, tanaman nila menyediakan makanan dan tempat berteduh bagi kupu-kupu: daun nila sisanya bisa dipanen dan dijual.
Tanaman nila lebih menyukai sinar matahari penuh tetapi di iklim panas, ia tumbuh dengan baik di tempat teduh. Di dekat Okinawa, nila ditanam dengan sukses di kebun pohon jeruk, menggandakan hasil pertanian dengan sedikit tenaga kerja dan investasi tambahan.
Sebagian hutan di Indonesia banyak yang dibakar untuk berkebun dengan tanaman jenis lain. Padahal, jika memanfaatkan sistem agroforestri, pengusaha bisa gunakan hutan dan menanam tumbuhan lainnya supaya bisa dapatkan penghasilan 2x lipat.
Bagaimana menurut Anda? Apakah ada pendapat lain?
Tulis di kolom komentar di bawah ya!
Anda juga bisa ketik pertanyaan Anda di Google dan tambahkan Blog Sribu di akhir pertanyaan tersebut. Ini menunjukkan artikel terkait dari Blog Sribu, yang kualitasnya sudah tentu terjamin.