Banyak yang bilang bahwa budaya perusahaan adalah salah satu aspek terpenting di sebuah perusahaan dan saya sangat setuju mengenai hal ini. Budaya perusahaan yang baik tidak hanya membantu kita untuk dapat mencari dan membangun tim yang sesuai dengan budaya kita namun juga dalam mendapatkan klien.
Memiliki 2.000 klien berbayar mungkin bukan jumlah fantastis bagi perusahaan besar. Namun, bagi sebuah startup yang hanya beranggotakan belasan orang, ini adalah sesuatu yang berbeda. Pada tahun 2011, Sribu berhasil mendapatkan klien pertamanya, di tahun 2014, Sribu telah melayani 1.000 klien dan pada awal tahun 2015, kami berhasil mencapai 2.000 klien. dan masih on track dalam perjalanan untuk mencapai 10.000 klien!
Banyak hal yang harus kami pelajari untuk mencapai pertumbuhan Sribu seperti sekarang ini mulai dari strategi marketing, pengembangan produk tiada henti dan membangun sistem customer service yang baik dan otomatis untuk dapat menjadikan Sribu sebagai solusi desain terbaik bagi klien kami.
Semua hal yang kami lakukan berfondasi dari beberapa teori praktis dan budaya perusahaan atau culture yang solid. Pada artikel ini, saya akan membagikan metode dan budaya perusahaan yang kami bentuk hingga mencapai Sribu seperti sekarang ini (ketahui culture yang sesuai ingin dibangun dalam startup Anda)
Sribu dan Metode yang Digunakan
Di berbagai teori bisnis, Anda akan diperkenalkan dengan Product Life Cycle. Product Life Cycle adalah salah satu teori bisnis populer yang menjelaskan bagaimana siklus dari sebuah produk bisnis.
Pada umumnya, sebuah perusahaan pasti akan dimulai dari tahap introduction, dilanjutkan ke tahap growth hingga mencapai tahap maturity dan akan berakhir pada tahap declining. Keempat tahap tersebut adalah tahapan mutlak yang harus atau pun akan dialami bagi para pemilik bisnis pada umumnya.
Sedangkan pada start-up company seperti Sribu, kami mengacu pada siklus bisnis yang dipopulerkan oleh Eric Ries, yaitu Lean Start-up Method. Metode ini merupakan siklus dari learn – measure – build tanpa akhir yang dapat membuat sebuah start-up berkembang lebih cepat, bahkan mencapai kesuksesan.
Bagi start-up company seperti Sribu, Lean Start-up Method ini sudah menjadi fondasi dari Sribu itu sendiri. Berikut adalah cara bagaimana saya menerapkan Lean Start-up Method pada saat mengembangkan Sribu:
1. Tahap Building
Pembuatan Sribu diawali dari kejadian dimana saya mendapatkan tugas dari atasan saya di perusahaan yang lama meminta saya untuk membuat desain kalender. Setelah mendapatkan beberapa desain dari internal desainer kami, dan memperlihatkan kepada atasan saya, tidak ada yang dia sukai. Akhirnya dari situ, saya terpikir untuk mencoba membuat kontes desain kalendar di kaskus dengan hadiah handphone blackberry. Saya mendapatkan hingga 300+ desain dan atasan saya hingga bingung memilih desain pemenang karena terlalu banyak desain yang bagus. Dari kejadian tersebut, tercetuslah ide untuk membuat Sribu, sebuah platform yang dapat menjadi solusi bagi setiap orang yang memiliki kebutuhan akan design berkualitas dengan berbagai pilihan dalam waktu yang singkat. Website Sribu dibangun hanya oleh 2 orang saja yaitu saya dan Wenes, dengan pengetahuan kami mengenai product development dan bagaimana cara membuat dan menjalankan startup company yang terbatas. Saat ini kami memiliki 21 orang dalam tim kami.
2. Tahap Measuring
Setelah membangun Sribu dan mulai memperkenalkan Sribu kepada masyarakat selama kurang lebih satu tahun, saya belajar untuk melakukan pengukuran terhadap semua hal yang berhubungan dengan Sribu. Saya menggunakan banyak tools untuk melakukan pengukuran ini, seperti Google Analytics, Kissmetric, dan berbagai analytic tools lainnya. Yang diukur mulai dari jumlah klien yang register, jumlah order, berapa lama user browsing di website kami hingga halaman apa saja yang dibuka oleh user sebelum membeli jasa kami.
3. Tahap Learning
Data-data yang saya dapatkan dari analytic tools tersebut saya olah sehingga saya bisa mendapatkan beberapa kesimpulan sementara. Dari kesimpulan sementara tersebut, saya akan mempelajari dan memilah bagian apa saja yang harus diimprove segera dan ide apa yang bisa diterapkan untuk memecahkan masalah yang ada pada Sribu agar Sribu bisa menjadi solusi terbaik setiap orang yang membutuhkan desain.
Tahap ini tentu tidak berakhir pada tahap learn. Saya melanjutkan kembali ke tahap build di mana saya share kepada tim data-data dan keputusan ini dan kami lakukan improvement terhadap Sribu seperti yang selama ini kami informasikan melalui Announcement di blog Sribu. Lalu kami pun akan melanjutkan ke tahap measure kembali untuk mengukur efektivitas dari improvement yang sudah dilakukan sebelumnya.
Itulah cycle di dunia startup dan apabila Anda telah berhasil melewati beberapa cycle ini, maka produk yang Anda buat akan dipakai dan bermanfaat bagi masyarakat, seperti yang dirasakan klien kami yang menggunakan produk Sribu.
Sribu Culture and Values
Teori atau pun metode yang digunakan untuk mengembangkan start-up company tentu tidak akan cukup kuat untuk mengembangkan sebuah start-up company. Dibutuhkan kesamaan visi dan misi anggota tim dengan founder start-up company. Maka dari itu penting bagi start-up company untuk membangun culture yang sesuai dengan visi dan misi perusahaan.
Untuk mengembangkan start-up company yang sehat, saya menyusun 5 nilai yang harus ditanamkan ke dalam company sehingga para anggotanya dapat menjadi familiar dan terbiasa sehingga terbentuklah budaya perusahaan yang baik untuk Sribu.
1. Direct and Responsive, Focusing in Positivity and Happiness
Seperti yang dijelaskan pada artikel Daily Social yang saya baca, menjadi cekatan adalah salah satu kewajiban para anggota tim dari setiap start-up company, begitu pula Sribu. Cepatnya working pace yang kami miliki juga berpotensi untuk menjadi penyebab stress dan down hingga menjadi pesimis. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, saya menanamkan kebiasaaan kepada seluruh anggota tim agar dapat menyelesaikan permasalahan yang ada langsung ke titik permasalahannya dengan cara yang positif tanpa berputar-putar.
Selain itu, saya juga mengencourage teman-teman di Sribu untuk menjaga hubungan baik satu sama lain sehingga bisa terjalin kerjasama yang baik. Setiap pujian atau pun kritik harus dapat diberikan dengan cara yang sopan dan juga diterima dengan wholeheartedly.
2. Transparency
Saya percaya bahwa kejujuran itu adalah salah satu kunci dari penyelesaian masalah yang baik. Dengan kejujuran dan transparansi, sebuah start-up company akan mendapatkan banyak input dari semua anggota tim sehingga memungkinkan untuk melakukan pengembangan.
Di Sribu sendiri saya menerapkan transparansi ini bukan hanya kepada anggota tim Sribu, tetapi juga saya sendiri dan perusahaan. Di awal setiap bulan, saya presentasikan hasil performance company yang telah berhasil kami capai dan mendiskusikan bagian apa saja yang harus kami improve. Di setiap hari rabu kami selalu melakukan demo day untuk mempresentasikan berbagai perubahan yang telah kami lakukan pada website agar semua anggota tim kami selalu up to date dengan perubahan website. Hal tersebut merupakan cara yang tepat dalam membangun culture of transparency.
3. System Comes into Play
Sistem atau cara kerja yang jelas sangat dibutuhkan setiap perusahaan, bahkan untuk start-up company yang masih kecil seperti Sribu saat ini. Mengapa? Karena dengan cara kerja yang sesuai dengan sistem yang telah disusun sebelumnya akan memudahkan saya beserta teman-teman yang lain jika nantinya Sribu semakin berkembang dan memiliki jumlah anggota yang banyak. Kami memiliki manual handbook untuk setiap posisi/role di Sribu dan juga guidelines flow yang telah didokumentasikan dengan sangat jelas.
4. Listen First, Listen More. Show Respect and Execute Well
Untuk dapat melayani 10.000 klien, Sribu tentu memiliki berbagai rintangan yang harus dipecahkan. Dibutuhkan ide brilian untuk dapat membawa Sribu hingga tahap tersebut. Berbagai ide yang dihasilkan dari masing-masing anggota tim tentu tidak bisa disepelekan sehingga setiap anggota harus menunjukkan respek dengan mendengarkan setiap ide yang muncul.
Dengan cara tersebut, kami semua mengerti apa yang dimaksud satu sama lain sehingga eksekusi ide tersebut berjalan dengan baik dan kami bisa melewati setiap milestone lebih mudah.
5. Live Smarter Not Harder
Saya pribadi sangat memperhatikan perkembangan pribadi setiap individu yang tergabung di Sribu sehingga saya sangat berharap apa yang saya tanamkan di Sribu bisa membawa manfaat pada kehidupan pribadi kita semua. Seperti yang pernah saya sampaikan pada artikel 24 Jam Seorang Founder Startup sebelumnya, dengan work smart, semua anggota tim Sribu tetap dapat mengerjakan pekerjaannya hingga selesai tanpa harus menghabiskan lebih dari 8 jam kerja di kantor. Apabila kita bekerja terlalu banyak, biasanya hasilnya tidak optimal karena fokus kita telah berkurang.
Dengan budaya perusahaan ini ini saya ingin menanamkan kepada mereka mindset bahwa life must be balanced, tidak boleh kekurangan istirahat, namun juga tidak baik jika tidak bekerja. Tak heran jika anggota tim Sribu selalu datang dengan keadaan fresh dan siap menghadapi tantangan baru yang harus segera diselesaikan seperti yang pernah diungkapkan beberapa anggota tim Sribu yang pernah merasakan perbedaan bekerja pada startup dan big company.
Walau pun target 10.000 klien masih sangat jauh, namun saya optimis bahwa Sribu akan segera mencapainya seiring dengan banyaknya hal yang dipelajari dan bertambahnya anggota Sribu. Dengan berpegang teguh pada metode Lean Start-up dari Eric Ries dan juga budaya perusahaan Sribu, saya sangat yakin semua mimpi kami akan tercapai dan kami akan membawa perubahan serta memberikan manfaat kepada masyarakat.
“Be the change that you wish to see in the world” – Mahatma Gandhi